Koperasi Menjamur, Apakah Bisa Makmur?

ilustrasi koperasi indonesia | Legalitas.Co.id

Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Rembang mendorong koperasi desa dan kelurahan Merah Putih untuk mengembangkan unit usaha produktif berbasis potensi lokal melalui kegiatan Kontak Bisnis yang digelar di Pendopo Museum Kartini, Kamis (7/8). Dalam acara tersebut, Bupati Harno menegaskan bahwa koperasi memiliki peran penting dalam mengurangi angka kemiskinan. (rembangkab.go.id/2025) Benarkah demikian?

Memang benar bahwa eksistensi koperasi menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat hari ini. Masyarakat menggunakan jasa koperasi simpan pinjam untuk memenuhi kebutuhan yang mendesak, misalnya untuk biaya sekolah atau kebutuhan darurat lainnya.

Bacaan Lainnya

Selain koperasi simpan pinjam, ada juga jenis koperasi keliling yang datang ke rumah-rumah warga untuk menawarkan jasa pinjaman. Keberadaan koperasi keliling ini dipastikan selalu ada di setiap daerah, baik kota maupun desa. Dinamakan juga sebagai “bank thithil”, karena nasabah yang mengambil pinjaman membayar cicilan hutangnya setiap hari. Biasanya, mereka menawarkan pinjaman kepada pedagang-pedagang kecil untuk membuka usaha atau menambah modal yang membutuhkan dana yang tak sedikit. Daripada hutang tetangga atau saudara yang ujungnya ribut, lebih baik hutang koperasi yang lebih cepat prosesnya dan mudah persyaratannya.

Bagaimanapun juga mayoritas masyarakat ekonomi menengah ke bawah memandang koperasi sebagai solusi yang efektif bagi problem ekonomi mereka. Sebaliknya, masyarakat malah justru semakin terjerumus dalam jurang kemiskinan yang lebih dalam. Angka kemiskinan bukannya turun malah makin tinggi.

Alih-alih menjadikan masyarakat makmur, eksistensi koperasi justru menjadikan ekonomi masyarakat semakin hancur. Pasalnya, di tengah situasi ekonomi yang penuh ketidakpastian ditambah dengan berbagai pungutan pajak, eksistensi koperasi ini justru makin memperburuk kondisi ekonomi masyarakat yang telah lemah sejak awal.

Fenomena “gali lobang tutup lobang” pun terjadi lantaran kondisi keuangan mereka kacau. Penghasilan pas-pasan, pengeluaran ugal-ugalan, dikejar cicilan. Pada akhirnya, mereka pun seolah tidak punya pilihan lain selain menggantungkan hidup dari koperasi satu ke koperasi lain. Kondisi ini dapat mengantarkan pada pada ketidak harmonisan keluarga dan mengancam ketahanan keluarga.

Padahal, Allah swt. berfirman, “Orang-orang yang memakan (bertransaksi dengan) riba tidak dapat berdiri, kecuali seperti orang yang berdiri sempoyongan karena kesurupan setan. Demikian itu terjadi karena mereka berkata bahwa jual beli itu sama dengan riba. Padahal, Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (QS. Al Baqarah: 275)

Sebagaimana yang diketahui, bahwa koperasi simpan pinjam melakukan praktik transaksi ribawi. Karena itu, terlibat dengan koperasi sama saja dengan beraktivitas dalam keharaman. Allah swt. menggambarkan orang-orang yang mengambil riba dalam ayat tersebut seperti orang yang berdiri sempoyongan karena kesurupan setan. Mereka yang terlibat riba hidupnya berantakan hingga menghancurkan keharmonisan keluarga.

Lebih jauh lagi, sistem kapitalisme sekuler yang diterapkan dalam kehidupan saat ini, tidaklah menggunakan standar halal haram. Buktinya, praktik riba meluas dari kota hingga ke desa-desa. Padahal Allah swt telah mengharamkannya dengan jelas. Mengapa demikian?

Kapitalisme sekuler membangun gaya hidup masyarakat di atas asas manfaat. Asal mendatangkan manfaat, riba yang diharamkan pun dijadikan bagian dari kewajaran hidup. Hal ini menjadi sebuah paradoks lantaran terjadi pada masyarakat yang memiliki latar belakang mayoritas muslim, bahkan menjadi daerah yang disebut sebagai kota santri.

Walhasil, akibat gaya hidup dari sistem kapitalisme sekuler pada level keluarga miskin, terjadilah ketimpangan antara pendapatan dan pengeluaran. Meski telah bekerja lebih keras, namun pengeluaran akan tetap lebih besar daripada pendapatan. Alih-alih mengurangi angka kemiskinan, keberadaan koperasi justru makin menguatkan sistem kapitalisme yang berbasis ribawi.

Sungguh peringatan dari Allah tentang riba, tidak boleh disepelekan. Lantas bagaimana solusi Islam dalam mengatasi masalah kemiskinan?

Islam adalah agama yang diturunkan Allah kepada manusia melalui Nabi Muhammad Saw, yang mengandung seperangkat aturan berupa syariat untuk mengatur kehidupan manusia, agar bahagia di dunia dan akhirat. Mengenai kemiskinan, pengaturan islam telah memberikan solusi yang efektif dan efisien.

Dalam kitab Nidzam Al-Iqtishod karya Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani Muassis Hizbut Tahrir, tentang baitul mal, disebutkan bahwa salah satu sumber pemasukan Baitul Mal berasal harta kepemilikan umum. Harta ini dikelola oleh negara, kemudian hasil pengelolaannya dikembalikan kepada rakyat sebagai pemiliknya. Dari hasil pengelolaan inilah seluruh kebutuhan pokok masyarakat akan ditanggung sepenuhnya oleh negara. Negara tidak hanya menjamin kebutuhan sandang, pangan, dan papan saja, tetapi juga pendidikan, kesehatan, keamanan dan keadilan.

Demikianlah gambaran singkat tentang pengaturan Islam yang sangat efektif dalam menghilangkan kemiskinan. Tanpa perlu ada koperasi, kemiskinan dapat diselesaikan dengan tuntas. Masyarakat pun hidup sejahtera dibawah kepemimpinan Islam dan terbebas dari hutang piutang yang berbasis ribawi. [Maryati (Aktivis Muslimah)]

Wallahua’lam bishawab.

Pos terkait