Ironis: Pemkab Rembang Bagi-bagi Bantuan Parpol di Tengah Defisit APBD, Butuh Sistem Islam

Screenshot

Tanggal 13 Agustus 2025, secara simbolis Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Rembang telah memberikan bantuan keuangan sebesar 1,12 Miliyar kepada 9 partai politik yang mempunyai kursi di DPRD. Kabarnya, bantuan keuangan tersebut sudah ditransfer ke masing-masing rekening parpol tanggal 24 Juli 2025. Bantuan tersebut diberikan sebagai wujud kepatuhan pemerintah terhadap Undang-undang Nomor 2 tahun 2011 mengenai kewajiban pemerintah untuk memberikan bantuan keuangan kepada parpol yang ada di kursi DPRD. Bantuan tersebut diberikan untuk menunjang optimalisasi pendidikan politik dan kelembagaan serta meningkatkan sinergi Pemkab dengan parpol.

Mirisnya, bantuan tersebut diberikan di saat APBD Rembang sedang mengalami defisit 17 Milyar. Ditambah pula keadaan ekonomi saat ini melemah, kemiskinan dan pengangguran pun juga semakin meningkat, serta berbagai tagihan pajak yang dihadapi masyarakat. Beberapa dari warga Rembang menilai hal ini kurang pantas. Ditengah keadaan masyarakat yang miskin dan  pengangguran, Pemkab Rembang justru memberikan bantuan ke parpol. Meski hal ini adalah hak parpol tapi dinilai kurang pantas jika bantuan diberikan ditengah keadaan warga yang sedang membutuhkan. Maka, kecemburuan sosial pun muncul di tengah kehidupan antara warga dengan parpol.

Bacaan Lainnya

Parpol yang telah melebur dan menjadi bagian dari anggota DPRD tersebut merupakan wujud representasi rakyat, yang mana seharusnya lebih memikirkan kebutuhan rakyat dari pada kepentingan dan partainya. Seharusnya bantuan tersebut lebih baik dialihkan untuk kebutuhan rakyat yang lebih mendesak. Tepatnya bisa dialokasikan untuk jalan rusak, perbaikan sekolah yang mau ambruk, untuk perbaikan rumah warga yang sudah tidak layak huni, dan untuk gaji pegawai yang belum ditunaikan, ucap Setiawan, salah satu warga Rembang di Media Radio R2B (15 Agustus 2025).

Dalam sistem demokrasi yang notabene dikenal dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat seharusnya memang yang lebih diprioritaskan adalah kebutuhan rakyat. Namun, secara implementasinya justru kontras. Kebutuhan rakyat justru dikesampingkan daripada kebutuhan golongannya. Mengingat pendapatan daerah yang utama didapatkan dari pajak rakyat, seharusnya rakyat mendapatkan pelayanan pemenuhan kebutuhan yang utama. Namun, sepertinya hal tersebut hanyalah angan-angan dan isapan jempol belaka.

Pengelolaan keuangan saat ini, seharusnya dititikberatkan untuk kepentingan dan kebutuhan masyarakat terlebih dahulu. Melihat kebutuhan dasar rakyat saat ini amat sulit didapatkan. Seperti halnya kebutuhan sandang, pangan, papan, keamanan, kesehatan, dan pendidikan yang berkualitas. Jika ke enam kebutuhan ini sulit didapatkan rakyat, maka tentu  kecemburuan sosial akan muncul saat melihat Pemkab Rembang melakukan bagi-bagi bantuan kepada parpol. Jika hal ini tidak segera diatasi, maka bisa berdampak pada krisis kepercayaan publik warga terhadap Pemkab Rembang.

Dalam mengelola keuangan daerah seharusnya perlu memprioritaskan urusan rakyat yang lebih mendesak, mengingat anggaran APBD sedang mengalami defisit dan efisiensi anggaran daripada memberikan bantuan kepada parpol. Namun, dalam sistem demokrasi kapitalisme saat ini sulit dalam penerapannya.

Dalam sistem perekonomian kapitalisme, setiap individu dibebaskan memiliki kekayaan sebebas-bebasnya. Tidak melihat apakah harta yang dimiliki atau diperoleh itu dari kepemilikan umum atau kepemilikan negara, bahkan hal ini dilindungi HAM dan UU. Maka, tidak heran banyak pertambangan dan sumber daya alam dikuasai individu atau swasta. Dari sinilah akhirnya muncul bahwa pendapatan negara dalam sistem kapitalisme bersumber dari pajak baik pajak kepada warga kaya maupun warga miskin. Intinya, pajak diwajibkan bagi semua warga sebagai pendapatan negara dan daerah. Jika rakyat tidak membayar pajak, akan dipersulit mengurus berbagai macam administrasi publik. Sungguh, ini bukanlah sistem aturan yang bisa menyejahterakan rakyat, namun justru malah memalak rakyat. Inilah bukti batilnya sistem perekonomian demokrasi – kapitalisme. Sehingga banyak kedzaliman dan ketidaksesuaian dengan fitrahnya manusia. Akhirnya, menyengsarakan umat seperti saat ini.

Butuh Sistem Islam

Islam bukanlah agama yang mengurusi urusan ibadah semata namun Islam juga memiliki seperangkat aturan dalam mengurusi urusan dunia. Termasuk didalamnya mengatur sistem perekonomian. Dalam sistem Islam, asas perekonomian Islam adalah mengatur kepemilikan harta, pengelolaan dan distribusi harta. Sebagaimana tertulis dalam Kitab Nidzam Al Iqtishodiy fil Islam (Sistem Perekonomian dalam Islam), karangan Syekh Taqiyuddin An Nabhani disampaikan bahwa fitrahnya manusia adalah berusaha untuk bisa memenuhi kebutuhannya. Karena itulah manusia berupaya agar kebutuhannya terpenuhi. Dalam Islam, hukum Syara’ membolehkan setiap individu untuk meraih kekayaan untuk memenuhi kebutuhannya. Justru dalam Islam, setiap individu didorong dan tidak dihalangi untuk mengumpulkan kekayaan dan harta selama cara memperolehnya sesuai rambu-rambu hukum Syara’. Jika lapangan kerja sempit maka pemerintah yang akan menyediakan lapangan pekerjaan agar bisa kerja. Terutama bagi laki-laki yang mempunyai kewajiban dalam mencari nafkah. Islam tidak melarang Individu mempunyai kepemilikan harta selama kepemilikan itu milik individu bukan kepemilikan umum atau negara. Negara dilarang untuk memungut kepemilikan individu seseorang kecuali jika ada kondisi tertentu. Jadi dalam sistem perekonomian Islam, pungutan pajak tidak ada. Justru dalam Islam pungutan pajak hukumnya haram.

Adapun pendapatan dalam sistem perekonomian Islam banyak sumbernya yaitu dari harta fa’i, ghanimah, ‘anfal, kharaj, jizyah, usyur, khumuz, rikaz, pemasukan dari hak milik umum, pemasukan hak milik negara dan pemasukan lain yang sesuai dengan hukum syara’. Sehingga pajak benar-benar tidak dipungut dari rakyat. Kalau pun ada pungutan pajak, itupun di saat Baitul Maal dalam keadaan kosong dan pungutan pajak hanya diambil dari orang-orang kaya saja serta bersifat temporer (sementara).

Selain itu, pengelolaan keuangan harta di Baitul Maal tidak boleh sembarangan. Harta zakat hanya diperuntukkan untuk delapan golongan ashnaf sebagaimana terdapat dalam Al Qur’an. Tidak boleh digunakan untuk keperluan daerah atau umat selain delapan ashnaf yang disyaratkan dalam Islam. Pemasukan dari hak milik umum juga tidak boleh dicampur dengan pendapatan yang lain, sebab harta tersebut menjadi hak milik seluruh kaum muslim sesuai dengan kemaslahatan umat Islam. Mengenai anggaran belanja negara, Islam juga punya. Tentu yang lebih diprioritaskan adalah terpenuhinya kepentingan rakyat.

Dari sini dapat disimpulkan bahwa sistem perekonomian yang dimiliki sistem demokrasi kapitalisme dan Islam amatlah jauh berbeda. Tentu sistem perekonomian Islam lah yang lebih unggul dan bisa menyejahterakan umat. Karena dengan banyaknya sumber pendapatan dalam sistem Islam, hal itu bisa untuk mencukupi kebutuhan rakyat dan menyejahterakan rakyat. Maka sudah seharusnya kita sebagai umat muslim membutuhkan sistem Islam dan pemimpin yang mampu menerapkan sistem perekonomian Islam dan tidak lain dia adalah Khalifah, pemimpin Daulah Khilafah Islamiyah. [Ummu Arkan (Pegiat Literasi Islam)]

Wallahu a’lam.

Pos terkait